HUBUNGAN MASYARAKAT (3)

 on 17 Januari 2018  

3. HUBUNGAN MASYARAKAT DAN HUBUNGAN MANUSIAWI

3.1. Pengertian Hubungan Manusiawi

Hubungan manusiawi adalah terjemahan dari human relations. Ada juga orang yang menerjemahkan menjadi “hubungan manusia” dan “hubungan antarmanusia”, yang sebenarnya tidak terlalu salah karena yang berhubungan dengan satu sama lain adalah manusia. Hanya saja, di sini sifat hubungan tidak seperti berkomunikasi biasa, bukan hanya penyampaian suatu pesan oleh seseorang, tetapi hubungan antar orang-orang yang berkomunikasi itu mengandung unsur-unsur kejiwaan yang amat mendalam.

Ditinjau dari segi ilmu komunikasi, hubungan manusia itu termasuk kedalam komunikasi antar personal (interpersonal communication) sebab berlangsung pada umumnya antara dua orang secara dialogis. Dikatakan bahwa hubungan manusia itu komunikasi karena sifatnya action oriented, mengandung kegiatan mengubah sikap, pendapat, atau prilaku seseorang

3.1.1. Hubungan Manusiawi Dalam Arti Luas

Hubungan manusia dalam arti luas ialah interaksi antara seseorang dengan orang lain dalam berbagai situasi dan dalam semua bidang kehidupan. Jadi, hubungan manusiawi dilakukan dimana saja; dirumah, dijalan, dalam bis dan sebagainya.

Berhasilnya seseorang dalam melakukan hubungan manusiawi ialah kerena sifat manusiawi; ramah, sopan, hormat, dan lain-lain yang bernilai luhur.

Bahwa manusia bersifat demikian bukanlah hal yang luar biasa sebab, secara koodratiah, selain homo sapiens – sebagai mahluk berpikir – manusia juga merupakan homo socius, mahluk yang bermasyarakat. Tidak mungkin ia hidup tanpa orang lain. Dan sebagai mahluk sosial ia harus berusaha menciptakan keserasian dan keselarasannya dengan lingkungannya.

Sebagai anggota masyarakat, manusia hidup dalam dua jenis pergaulan yang, sebagaimana di terangkan oleh Ferdinand Tonnies di sebut Gemeinschaft dan Gesellschaft. Dalam Gemeeinschaft seseorang bergaul dalam suatu kehidupan yang sangat akrab, sedemikian akrabnya sehingga penderitaan atau kebahagiaan yang dialami ileh orang lain dirasakan olehnya seperti penderitaan atau kebahagiaanya sendiri. Kehidupan keluarga atau kehidupan pertemanan yang sangat akrab termasuk dalam Gemeinscharf tidak bisa keluar-masuk masyarakat itu menurut kemauannya saja. Seorang ayah umpamanya saja, walau apa pun yang terjadi, tetap ayah dari anak-anaknya. Ia tidak bisa membebaskan diri dari status ayah itu. Sifat pergaulan gemeinschaft ialah statis-pribadi-tak rasional. Dikatakan statis karena pergaulan hidup dalam masyarakat demikian tidak banyak mengalami perubahan.

Lain sekali dengan pergaulan hidup dalam gesellschaft, yakni kehidupan dalam suatu organisasi yang sifatnya dinamis, tidak pribadi, dan rasional. Dinamis artinya hubungannya dengan orang banyak bergantian. Tidak pribadi artinya tidak akrab sehingga jika terjadi benturan psikologis, tidak mudah menyelesaikannya. Rasional artinya ada aturan-aturan ketat yang mengikat. Dalam Gasellschaft orang bergaul berdasarkan perhitungan untung rugi. Seseorang baru memasuki pergaulan hidup Gesellscafr apa bila diperkirakan ada keuntungan baginya. Ia juga bebas masuk dan keluar dari Gesollschaft sesuai ada tidaknya pamrih padanya.

Akan tetapi, pergaulan hidup seperti yang dikemukakan sebelumnya itu sebenarnya hanyalah type-type ideal. Pada kenyataannya tipe-tipe ekstrem 100% tidaklah mutlak ada, yang ada hanyalah tekanan atau titik berat pada salah satu dari jenis pergaulan itu. Artinya: jika titik beratnya rasio, dinamakan Gemeschaft, jika titik beratnya pada perasaan, disebut Gesollschaft. Dalam Gesellschaft tujuan pergaulan lebih banyak ditekankan pada keuntungan, dalam Gemeschaft untuk mendapat hubungan kekeluargaan atau kekerabatan.

3.1.2. Hubungan Manusiawi Dalam Arti Sempit

Hubungan manusiawi dalam arti sempit adalah juga interaksi antara seseorang dengan orang lain . akan tetapi, interaksi disini hanyalah dalam situasi kerja dan dalam organisasi kekaryaan (work organization).

“Dipandang dari sudut pemimpin yang bertanggung jawab untuk memimpin suatu kelompok, hubungan manusiawi adalah interaksi orang-orang yang menuju satu situasi kerja yang memotivasikan mereka untuk bekerja sama secara produktif dengan perasaan puas, baik ekonimi, psikologi, maupun sosial.” Demikian kata keith davis dalam bukunya, Human Relations at Work.

Jelas bahwa ciri khas hubungan manusiawi adalah interaksi atau komunikasi antarpersona yang sifatnya manusiawi. Karena manusia yang berinteraksi itu terdiri atas jasmani dan rohani, yang berakal dan berbudi, yang selain merupakan makhluk pribadi juga makhluk sosial, maka dalam melakukan hubungan manusiawi kita harus memperhitungkan diri manusia dengan segala kompleksnya itu.

Hubungan manusiawi dalam organisasi kekaryaan inilah yang banyak dipelajari, diteliti dan di praktekkan di negara-negara yang sudah maju sebab faktor manusia ini sangat berpengaruh pada usaha mencapai tujuan organisasi; dapat memperlancar, dapat juga menghambat. Dengan hubungan manusiawi, para pemimpin organisasi dapat memecahkan masalah yang timbul dalam situasi kerja kerena faktor manusia, bahkan selanjutnya dapat menggairahkan dan menggerakkannya ke arah yang lebih produktif.

Itulah hubungan manusiawi dalam arti luas dan arti sempit yang kedua-duanya perlu dilaksanakan oleh seorang pemimpin organisasi dan kepala humas dalam rangka mencapai tujuan organisasi.


3.2. Teknik Hubungan Manusiawi


“Hubungan manusia dapat dilakukan untuk menghilangkan hambatan-hambatan komunikasi, meniadakan salah pengertian, dan mengembangkan segi konstruktif sifat tabiat manusia.” Demikian kata R.F. Maier dalam bukunya Principle of Human Relations.

Dalam derajat intensitas tinggi, hubungan manusia dilakukan untuk menyembukhan orang yang memderita frustasi. Frustasi timbul pada diri seseorang akibat suatu masalah yang tidak dapat dipecahkan olehnya. Orang menderita yang menderita frustasi dapat dilihat dari tingkah lakunya; ada yang merenung murung, lunglai tak berdaya, putus asa, mengasingkan diri, mencari dalih untuk menutupi ketidak mampuanya, mencari kompensasi, berfantasi atau bertingkah laku kekanak-kanakan. Yang lebih para apabila frustasinya disertai dengan agresi sehingga tingkah lakunya menjadi agresif.

Apa bila frustasi ini diderita oleh karyawan, apa lagi jika jumlahnya banyak ini akan mengganggu jalannya organisasi akan menjadi rintangan bagi tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi. Tidaklah bijaksana jika seseorang pemimpin menangani pegawai yang frustasi dengan tindakan kekerasan. Disinilah pentingnya peranan hubungan manusiawi. Dia harus membawa penderita dari problem situasion kepada problem solving behavior.

Dalam kegiatan hubungan manusiawi ada cara untuk teknik yang bisa digunakan untuk membantu mereka yang menderita frustasi, yakni apa yang disebut counseling. Yang bertindak sebagai konselor bisa pemimpin organisasi, kepala humas, atau kepala-kepala yang lainnya.

Tujuan konseling ialah membantu konseli, yakni karyawan yang menghadapi masalah atau yang menderita frustasi, untuk memecahkan masalahnya sendiri atau mengusahakan terciptanya suasana yang menimbulkan keberanian untuk memecahkan masalahnya. Ini tidak berarti konselor memberikan arahan yang khusus untuk di turuti oleh konseli. Konselor hanya memberikan nasihat. Konseli sendiri yang harus mengambil kesimpulan dan keputusan berdasarkan jalan yang dipilihnya sendiri. Jadi, konselor membantu konseli memperoleh pengertian tentang masalahnya. Aspek ini menyangkut perasaan. Konselor akan berhasil apabila ia memahami benar-benar frame of reference konseli; pengalamanya, taraf pengetahuannya, agamanya, pandangan hidupnya, dan sebagainya.

Dalam hubungan manusiwi terdapat dua jenis konseling, bergantung pada pendekatan (approach) yang dilakukan. Kedua jenis konseling disebut ialah directive counseling, yakni konseling yang langsung terarah, dan non-directive counseling, yaitu konseling yang tidak langsung terarah.

3.2.1. Konseling Langsung


Directive counseling atau konseling langsung kadang-kadang disebut juga counselor centered approach, yakni konseling yang pendekatannya berpusat pada konselor. Dalam tehnik konseling seperti ini aktivitas utama terletak pada konselor. Pertama-tama konselor berusaha agar terjadi hubungan akrab sehinggakonseli menaruh kepercayaan kepadanya. Selanjutnya ia mengajukan pertanyaan-pertanyan guna mengumpulkan informasi. Informasi yang diperolehnya itu berusaha memahami masalah yang memberatkan konseli.

Untuk mengetahui diagnosis yang tepat, konselor harus memahami fakta yang berhubungan dengan masalah tersebut. Jika konseli mengemukakan kesulitannya, konselor harus marasa pasti bahwa itu masalah yang dihadapi oleh konseli, yang menyebabkan ia menderita frustasi. Konselor harus benar-benar mengerti mengenai informasi yang di perolehnya sehingga ia dapat melakukan interprestasi. Hanya bila ia mengerti dan dapat melakukan interpretasi, ia akan dapat memberikakan nasihat dan sugesti kepada konseli. Syarat sugesti ialah kepercayaan. Konseli akan terkena sugesti kalau ia menaruh kepercayaan kepada konselor, kalau konselor mempunyai kelebihan pengalaman dan pengetahuan dari pada konseli, dan apa bila tingkah laku konselor tidak tercela.


3.2.2. Konseling Tidak Langsung

Non-directive counseling atau konseling tidak langsung disebut juga counselee centered approach, pendekatan yang berpusat pada konseli. Jenis ini dapat digunakan oleh konselor yang tidak memiliki pengetahuan mendalam tantang psikologi.

Dibanding dengan counselor centered approach conseling yang tradisional itu, counselee centered approach counseling lebih ampuh dalam membantu seseorang yang menderita frustasi. Dalam konseling jenis ini, aktivitas utama terletak pada konseli, sedangkan konselor hanya berusaha agar merasa mudah memimpin dirinya sendiri. Konseli dibantu untuk merasa dirinya bebas untuk menyatakan isi hatinya, dan sebagainya. Dalam mengemukakan semua itu ia tidak merasa terpaksa.

Meskipun dikatakan non-directive, maksud konselor tetap hendak membantu konseli untuk mendiagnosis gangguan jiwanya dan berusaha menghilangkan motiv-motiv buruk yang menyebabkan gangguan itu. Konselor berusaha agar konseli mencari jalan keluar sendiri dari kesukaran-kesukarannya. Untuk itu konselor menciptakan suasana psikologis yang memungkinkan adanya saling mengerti, antusiasme, dan sikap ramah-tamah, suasana yang memungkinkan konseli menyatakan segala pikiran dan perasaannya. Dalam dialog dari hati ke hati itu konselor mendorong konseli untuk menyelidiki dirinya lebih dalam. Dengan mencetuskan isi hatinya itu konseli akan mengoreksi dirinya, mengingat-ingat hal-hal yang pernah dialaminya, dalam memahami pengalaman-pengalamannya. Dengan demikian motif-motif yang konstruktif akan lebih jelas baginya, dan ia merasakan kebutuhan akan motif-motif tersebut. Berdasarkan motif-motif itu ia akan memilih dengan bebas secara bertingkah laku yang lebih baik, dan meninggalkan cara-cara bertingkah laku yang sebelumnya telah mengganggunya.

Dalam tanya jawab itu, tugas konselor memang tidak mudah. Ia harus menyingkirkan sikap super atau perasaan diri berpangkat tinggi, lebih pintar, lebih berpengalaman, dan sebagainya.

Masalah yang sedang diperbincangkan harus ditinjau dari dasar pihak konseli yang sedang dibantunya. Konselor harus bersikap empatik, yakni turut merasakan apa yang sedang di rasakan oleh konseli, ingin membebaskan dia dari ganjalan jiwanya. Hanya dengan bersikap demikikian pimpinan organisasi atau kepala humas yang serfungsi sebagai konselor itu akan berhasil dalam tugasnya.
HUBUNGAN MASYARAKAT (3) 4.5 5 JASMAN UNIMPORTANT 17 Januari 2018 3. HUBUNGAN MASYARAKAT DAN HUBUNGAN MANUSIAWI 3.1. Pengertian Hubungan Manusiawi Hubungan manusiawi adalah terjemahan dari huma...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer