TANTANGAN DAN SARAN ATAS DEMOKRASI DAN HAM DI INDONESIA

 on 03 Desember 2010  



1. Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances
Adapun hak asasi manusia yaitu segala aspek yang dimiliki oleh manusia baik dari lahir atau dari aspek sebagai warga negara.demokrasi dan hak asasi adalah dua aspek yang saling menguatkan dalam suatu pemerintahan.
2 .tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca bisa mengerti apa saja aspek suatu hak asasi manusia itu sendiri dan perealisasiannya dalam kehidupan demokrasi khususnya di indonesia.

Demokrasi dan Dunia
Dalam sumber rujukan yang telah dibaca tentang Tantangan Demokrasi di Dunia Muslim, kita dapat menyimpulkan bahwa Dunia Muslim (negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam) terbagi ke dalam dua bagian yakni Dunia Arab Muslim dan Dunia non-Arab Muslim. Pembagian ini dilihat berdasarkan perkembangan demokrasi yang mencolok di antara keduanya. Demokrasi di Dunia Arab Muslim sejak 1970-an cenderung tidak berkembang dan tidak mengalami kemajuan dalam keterbukaan politik, respek terhadap HAM, dan transparansi. Sedangkan demokrasi di Dunia non-Arab Muslim sebaliknya, seperti Albania, Bangladesh, Djibouti, Gambia, Indonesia, Mali, Niger, Nigeria, Senegal, SierraLeone, Turki, dan Iran. Meski demokrasi di negara-negara ini terkadang goyah tapi hasrat dan gejolak untuk berdemokrasi sangat besar sekali.
Walaupun demokrasi tidak dianut oleh semua negara yang termasuk ke dalam Dunia Muslim tapi kita dapat melihat titik cerah (bright spot) masa depan demokrasi dari negara-negara yang termasuk ke dalam Dunia Muslim ─ yang menganut demokrasi. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa Islam secara inheren kompatibel dengan demokrasi.



 TANTANGAN DEMOKRASI PRESIDENSIAL
Dewasa ini, perbincangan tentang demokrasi di Dunia Muslim seakan-akan tidak pernah surut seiring dengan perkembangan zaman, kendatipun perbincangan tersebut sudah ada sejak awal di era modern. Apakah demokrasi itu sendiri bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam dan Dunia Muslim? Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab tanpa didiskusikan lebih dalam. Atau paling tidak, pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan cara mengkaji kembali aspek historis Islam dari zaman klasik hingga saat ini.
Demokrasi itu sendiri memiliki banyak definisi. Tapi, entah definisi mana yang kita pakai, secara sederhana demokrasi berarti sebuah sistem pemerintahan yang menganut paham dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi juga, bagi beberapa kalangan tertentu, terbagi ke dalam dua kategori. Pertama, “demokrasi substantif” dan kedua, “demokrasi prosedural” (Saiful Mujani, 2006). Bagi orang-orang yang tidak puas dengan sistem demokrasi yang ada di Indonesia cenderung mengatakan bahwa demokrasi secara prosedural sudah terpenuhi tapi secara substantif belum, padahal demokrasi yang diharapkan adalah “demokrasi substantif.”
Dalam Dunia Muslim, demokrasi selalu menjadi perdebatan dan jarang mendapat tempat. Bahkan, demokrasi dianggap bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Apakah demikian? Maka, pada kesempatan ini teramat menarik apabila kita mendiskusikan hal tersebut bersama-sama dengan makalah yang telah kami sajikan.

 Tantangan Demokrasi Lokal

Belajar dari pengalaman, pilkada langsung tak sekedar aktualisasi hak-hak politik rakyat untuk memilih kepala daerah mereka, tapi juga jalan politik bagi elit setempat. Iklim keterbukaan membuka peluang setara bagi tampilnya potensi kader-kader pemimpin lokal untuk menjadi “tuan politik” (dalam arti positif) di daerahnya sendiri. Sebab pengalaman orde sebelumnya, kepala daerah lebih banyak hasil “cangkokan” penguasa politik di Jakarta.
Sayang, setelah hampir lima tahun berlalu, lapisan pertama kepemimpinan politik hasil pilkada langsung ini secara umum belum memberikan kontribusi signifikan bagi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan dasar rakyat, berupa peningkatan kesejahteraan, keadilan sosial dan kualitas pelayanan publik. Ini menambah kompleksitas permasalahan di daerah pasca-otonomi.  Dalam bahasa lain, gegap gempita demokrasi politik pada aras lokal belum juga diikuti  implementasi demokrasi sosial dan demokrasi ekonomi.
Di banyak tempat, sebagian rakyat masih dibelit kemiskinan, keterbelakangan dan ketimpangan. Pesta demokrasi lokal memang telah melipatgandakan tingkat partisipasi warga, tetapi “out put” proses demokrasi tersebut baru dinikmati  segelintir kuasa politik dan kuasa modal di daerah. Pada sisi lain, mutu kebijakan dan pelayanan publik belum kunjung membaik. Pilkada baru sebatas menghasilkan democratic local government, belum good local governance.
Sekalipun demikian, memang ada sejumlah daerah sukses pasca-pilkada langsung. Pilkada menjadi sarana kristalisasi pemimpin berkualitas di daerah. Kepala daerah hasil pilihan demokratis terbukti mampu menjembatani hasrat politik rakyat sekaligus menerjemahkan tujuan esensial otonomi dan demokrasi bagi kepentingan publik.
Cerita sukses otonomi daerah di Gorontalo, Sragen, Jombang, dan Yogyakarta, misalnya, lebih karena kepeloporan kepala daerahnya yang berani berpikir dan bertindak progresif. Mereka berani keluar dari “pakem” yang menghambat upaya memajukan daerah. Entah karena kebetulan, mereka umumnya berasal dari kalangan luar “aparatur negara”. Kiprah dan pengalaman mereka di luar pemerintahan yang senantiasa membutuhkan daya inovasi, kreatifitas, dan etos kerja keras  terbukti amat membantu implementasi program pembaruan pemerintahan dan memajukan pembangunan di daerah yang dipimpinnya.
Kenyataan ini tentu bukan generalisasi bagi kepala-kepala daerah visioner yang kebetulan berasal dari unsur luar aparatur negara.  Soalnya, banyak juga kasus, pemimpin politik dari unsur “outsider” pemerintahan tak juga kuasa membuat terobosan, misalnya dalam upaya reformasi birokrasi. Mereka bahkan larut di dalam sistem birokrasi lokal yang korup.
Pilkada 2010 menyediakan peluang sekaligus tantangan bagi masyarakat dan demokrasi lokal. Bagi daerah-daerah yang belum merasakan dan belum mampu mengimplementasikan program pembaruan pemerintahan,  terbuka kesempatan mencari dan memilih  kepala daerah visioner. Tipikal pemimpin konservatif  tak cocok dengan semangat pembaruan pemerintahan daerah.
Kita bisa bedakan dua tipikal pemimpin ini. Dalam penggunaan APBD, misalnya,  kepala daerah tipikal konservatif hanya berpikir bagaimana menghabiskan anggaran. Ini bisa dilihat saat-saat tahun fiskal berakhir, kepala daerah dan jajarannya sibuk menghabiskan sisa anggaran dengan membuat program-program instan.
Sedangkan tipikal pemimpin pembaru cenderung berpikir untuk menghasilkan uang dan mengoptimalisaikan sumber daya bagi kepentingan pembangunan daerah.  Dalam upaya mendapatkan simpati rakyat, mereka cenderung mengandalkan prestasi konkret ketimbang kebijakan-kebijakan “populis”  maupun aksi-aksi “tebar pesona” miskin makna.
Tantangan Demokrasi di Dunia Muslim
Pada tanggal 18-20 Maret 2002 di Jakarta, pernah diadakan sebuah konferensi internasional “The Challenge of Democracy in the Muslim World.” Konferensi yang diselenggarakan oleh The Mershon Center Ohio State University, PPIM IAIN Jakarta dan The Asia Foundation ini telah menghadirkan tidak kurang 15 ahli dengan reputasi internasional untuk membahas kasus-kasus dan pengalaman demokrasi di negara-negara Muslim. Pembahasan ini pada dasarnya berangkat dari teori dan pendekatan dalam kajian demokrasi di Dunia Muslim dan dimensi internasional demokratisasi. Setelah itu baru dibahas studi kasus tentang demokrasi di negara-negara yang termasuk ke dalam Dunia Muslim seperti Mesir, Arab Saudi, Iran, dan lain-lain.
Pertama, kelemahaan dalam infra-struktur dan prasyarat dalam pertumbuhan demokrasi. Sebagian besar Negara Muslim terbelakang dalam ekonomi dan pendidikan. Sebagian di antaranya memang benar-benar miskin; tetapi juga terdapat negara-negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Tetapi kelompok Negara Muslim terakhir ini termasuk ke dalam kategori Weberian “soft states” di mana patrimonialisme (patron-client), korupsi, kronisme dan nepotisme sangat merajalela sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi dan mendistorsi perkembangan sosial-budaya. Sebagian lagi dari negara-negara ini merupakan “rentier state” di mana hasil kekayaan alam dimonopoli negara untuk kemudian “dirente” negara kepada rakyat, sehingga membuat mereka tergantung pada penguasa. Akibatnya, tidak ada insentif bagi negara untuk mendengarkan aspirasi rakyat dan, sebaliknya, tidak ada insentif bagi rakyat untuk menuntut partisipasi politik.
Kedua, masih kuatnya pandangan normatif-teologis tentang kesatuan agama (dîn) dan negara (dawlah). Pandangan yang dianut masih cukup banyak Muslim ini berasal dari teori politik klasik Islam (fiqh al-siyâsah) dalam di masa kini teraktualisasi eksperimen “negara Islam” (al-dawlat islâmiyyah) pada satu pihak dan gagasan khilâfah pada segi lain. Dalam banyak segi, eksperimen dan gagasan kesatuan agama dan negara tidak kompatibel dengan demokrasi. Yang terpenting di antara inkompatibilitas itu adalah bahwa dalam al-dawlat al-Islâmiyyah dan khilâfah kedaulatan tertinggi adalah kedaulatan Tuhan yang intinya merupakan vox dei vox populi (suara Tuhan suara rakyat), sementara pada Negara demokrasi kedaulatan berada pada rakyat (vox populi vox dei, suara rakyat suara Tuhan). Pada tingkat hukum, vox dei itu diaktualisasikan dalam syariah.
Ketiga, masih dominannya kultur politik tradisional yang berpusat pada kepemimpinan keagamaan kharismatis, yakni ulama, kiai, dan sebagainya yang ditaklidi secara buta oleh sebagian umat Islam. Terdapat banyak ulama dan kiyai yang ahli dalam konsep fiqh al-siyâsah yang masih menggunakan politik klasik yang telah ada sekian lama seperti jihad, baiat, dan lain sebagainya tanpa melihat relevansi dan kompabilitasnya kembali pada masa kini. Penggunaan konsep-konsep tersebut dalam kepentingan politik pada dasarnya tidak kompatibel lagi dengan demokrasi.
Keempat, kegagalan negara-negara Muslim dalam mengadopsi dan mempraktekkan demokrasi secara genuine dan otentik. Misalnya, banyak negara-negara Muslim yang mengadopsi demokrasi namun dalam memecahkan masalah-masalah dan tantangan yang mereka hadapi, terkadang mereka tidak menggunakan cara-cara yang demokratis. Bahkan, lebih dari itu, banyak dari mereka yang memecahkan masalah-masalah dan tantangan yang mereka hadapi dengan kekerasan dan terorisme negara yang pada akhirnya menciptakan lingkaran kekerasan yang tiada akhir. Lebih berbahaya lagi, banyak pemerintahan negara yang demikian didukung oleh Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya sehingga menghilangkan kepercayaan kepada demokrasi dan menyebabkan alienasi bagi negara-negara Muslim yang bersangkutan.
Kelima, tidak berfungsinya atau lemahnya civil society. Dalam pandangan dunia, segala unsur yang berkaitan dengan ciri maupun masyarakat Madani sebagian besar terdapat di dalam negara-negara Muslim. Tapi kebanyakan dari mereka tidak mampu memainkan peran instrumentalnya dalam pertumbuhan dan perkembangan demokrasi, apa karena mereka mengalami disorientasi karena keterlibatan mereka sendiri secara langsung maupun tidak dalam politik praktis
Pengertian, Macam dan Jenis Hak Asasi Manusia / HAM DI Indonesia
Pengertian dan Definisi HAM :
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.
Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1.    Hak asasi pribadi / personal Right
-          Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
-          Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
-          Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
-          Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2.    Hak asasi politik / Political Right
-          Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
-          hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
-          Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
-          Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3.    Hak azasi hukum / Legal Equality Right
-          Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
-          Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
-          Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4.    Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
-          Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
-          Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
-          Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
-          Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
-           Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5.    Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
-          Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
-          Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6.    Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
-          Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
-          Hak mendapatkan pengajaran
-          Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Kondisi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
1.    Dalam konteks hak ekonomi, sosial, dan budaya (Hak EKOSOB), masih ada pandangan yang melihat hak EKOSOB dianggap bukan sebagai hak asasi, baik di kalangan pemerintah maupun di kalangan masyarakat sipil, dan terutama sektor bisnis. Hak asasi manusia, terutama hak EKOSOB tidak digunakan sebagai paradigma dalam penyusunan kebijakan pembangunan (rights-based approach). Akibatnya, meskipun berbagai kebijakan pembangunan dibuat, namun hak warga negara tetap tidak terlindungi dan terpenuhi dan korban-korban pelanggaran hak asasi manusia terus menerus berjatuhan, seperti pada kasus-kasus penggusuran, kelaparan, pemutusan hubungan kerja secara massal, dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Kepentingan dan nilai-nilai fundamentalisme pasar justru dilindungi dan pada gilirannya meniadakan hak asasi terutama hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
2.    Persoalan semburan lumpur panas Lapindo Brantas di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sampai dengan akhir 2009 masih saja terjadi sehingga telah mengakibatkan masalah pelik dari aspek teknis dan sosial. Pemerintah kewalahan menghentikan semburan, merelokasi warga yang tempat tinggalnya tergenang lumpur, dan meminta petanggungjawaban PT Lapindo Brantas Inc, sebagai operator eksplorasi sumur Banjar Panji, Sidoarjo. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Lumpur Lapindo, warga mendapat ganti rugi secara bertahap. Namun penyelesaian ganti rugi dalam bentuk jual beli itu pun masih berlarut-larut dan korban masih belum juga mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang telah dijanjikan. Lambannya sikap Pemerintah, ditambah lagi dengan masih dilakukannya negosiasi ulang untuk pembayaran ganti rugi tersebut memperlihatkan bahwa Pemerintah, tidak saja, abai terhadap perlindungan dan pemenuhan hak-hak-korban, namun juga lemah dalam berhadapan dengan korporasi. Selain itu, dari hasil pengkajian yang dilakukan Komnas HAM didapati adanya sejumlah pelanggaran hak asasi manusia dari peristiwa tersebut, akan tetapi pemerintah telah mengabaikan rekomendasi Komnas HAM untuk memulihkan hak-hak para korban yang telah terlanggar.
3.    Tindakan penggusuran yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan tidak terlindunginya hak bertempat tinggal dan berusaha para korban  karena penggusuran itu dilakukan tanpa penyediaan tempat lain untuk bertempat tinggal atau tempat berusaha sebagai penggantinya. Komnas HAM mencatat masih tingginya tindakan penggusuran rumah-rumah dan pemukiman rakyat. Bahkan tindakan-tindakan tersebut didukung dengan legislasi daerah dan anggaran yang cukup besar. Sebagian besar, penggusuran tersebut dilakukan tanpa memberikan solusi nyata kepada rakyat mengenai tempat tinggal yang baru yang semakin menunjukkan kegagalan Pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan pemukiman bagi rakyat miskin.  
4.    Maraknya kasus-kasus Tenaga Kerja Indonesia yang mengalami penderitaan sebagai akibat korban penyiksaan oleh majikan, perkosaan maupun tindakan keji dan tidak manusiawi lainnya juga menambah catatan kelam tidak seriusnya pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan terhadap para Tenaga Kerja Indonesia, khususnya yang sedang bekerja/berada di luar negeri. Maraknya kasus-kasus ini juga disebabkan oleh adanya dualisme dalam penempatan TKI ke luar negeri, yaitu oleh BNP2TKI dan Depnakertrans. Dualisme ini harus diakhiri.
5.    Berkaitan dengan perlindungan hak-hak buruh, Komnas HAM mencermati bahwa jaminan terhadap hak atas pekerjaan, hak-hak pekerja termasuk di dalamnya untuk mendapatkan upah yang adil, hak-hak untuk berserikat, terhalang oleh dikeluarkannya Peraturan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor: PER.16/MEN/IX/2008, 49/2008, 932.1/M-IND/10/2008, 39/M-DAG/PER/10/2008 Tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional Dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global. Sesungguhnya, perlindungan negara kepada warganya harus meliputi perlindungan kelompok rentan, yang relatif tidak memiliki kesamaan kedudukan di dalam negara. Membiarkan buruh/pekerja berhadapan langsung dengan pengusaha dalam menentukan hak dan kewajiban masing-masing merupakan pengabaian hak-hak buruh sebagai bagian dari hak asasi yang seharusnya mendapat perlindungan dari Pemerintah, dan hal itu akan berimplikasi langsung pada semakin meluasnya pengangguran.
6.    Krisis global yang melanda dunia juga telah berimbas pada kondisi perekonomian di Indonesia.  Hal ini telah mengakibatkan tidak terpenuhinya hak ekonomi, sosial, dan/atau budaya bagi sebagian besar bangsa ini, terutama yang menyangkut hak atas kesejahteraan. Tetap tingginya jumlah penganggur, sulitnya memperoleh lapangan kerja, tingginya biaya pendidikan yang mengakibatkan tidak terepenuhinya hak atas pendidikan sebagian besar anak bangsa atas haknya atas pendidikan, tetap kurangnya perhatian yang diberikan kepada penderita cacat serta golongan rentan lainnya.
7.    Komnas HAM mengamati secara serius permasalahan kelaparan di Yahokimo dan gizi buruk serta tingginya kematian ibu dan balita yang seperti fenomena gunung es karena jumlah balita (anak usia di bawah lima tahun) yang mengalami gizi buruk lebih dari asumsi yang sudah diperkirakan berbagai pihak, terutama untuk wilayah-wilayah terpencil. Berbagai kasus kurang gizi/gizi buruk dan berbagai masalah di bidang ekonomi, sosial dan budaya diamati juga meningkat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kebutuhan pokok lainnya. Berbagai upaya penanggulangan kemiskinann telah dilakukan oleh negara, antara lain melalui Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri). Komnas HAM mencermati bahwa program BLT yang telah dilakukan, alih-alih mengurangi jumlah orang miskin tapi justru membuat orang miskin semakin tergantung dan berharap pada bantuan. Komnas HAM juga mengamati bahwa upaya pengentasan kemisknan tidak dilakukan dengan memastikan terpenuhinya hak-hak eskonomi, sosial, dan budaya.



BAB III
KESIMPULAN
Mempertimbangkan kelima faktor yang menghambat pertumbuhan dan konsolidasi demokrasi di negara-negara Muslim di atas, maka tantangan yang dihadapi oleh mereka dalam menggapai demokrasi yang genuine dan otentik adalah hal yang teramat sulit. Tapi walaupun demikian, keberhasilan untuk menggapai cita-cita tersebut bukanlah sesuatu hal yang mustahil dan tak mungkin. Nilai-nilai maupun titik-titik terang dalam sebuah sistem politik dan kenegaraan yang pada dasarnya sudah demokratis, didukung oleh kebebasan dalam berpendapat maupun berserikat, meningkatnya perhargaan terhadap HAM serta pluralitas, dan masyarakat Madani adalah modal awal perlu dijaga dan diberdayakan untuk mencapai keberhasilan yang telah kita cita-citakan. Semua ini, memiliki kontribusi yang besar terhadap pembentukan good governance yang pada suatu saat dapat merevitalisasi dan mengembalikan kepercayaan terhadap demokrasi.
Dari berbagai perkembangan strategis dalam pemajuan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan HAM di Indonesia selama 2009 secara umum dapat diambil simpulan sebagai berikut :
Kondisi hak asasi manusia selama 2009 masih belum banyak berubah dibanding tahun lalu, masih belum mengalami kemajuan yang berarti. Hal ini antara lain dapat dilihat dengan belum adanya langkah-langkah yang serius dan terencana dengan baik oleh pemerintah untuk pemenuhan hak asasi manusia baik di bidang hak ekonomi, sosial dan budaya maupun di bidang hak sipil dan politik.
Permasalahan hak asasi manusia di bidang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya antara lain tergambarkan dengan masih maraknya kasus-kasus konflik agraria, perburuhan, penggusuran, kelaparan, buruknya kesehatan, tingginya angka kematian ibu serta masih tingginya angka pengangguran. Tidak ada perlindungan yang memadai terhadap tenaga kerja kita di luar negeri, kegagalan program penanggulangan kemiskinan dan terjadinya pemiskinan.
Permasalahan hak asasi manusia di bidang Hak Sipil dan Politik antara lain tergambarkan dengan masih terjadinya praktik tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan serta belum adanya keinginan atau political will dari pemerintah untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Impunitas masih belum bisa kita patahkan.
Ketegangan politik di Papua telah memperburuk kondisi baik hak sipil dan politik maupun hak ekonomi, sosial, dan budaya. Penangkapan, penahanan, dan penembakan masih terus berlangsung. Begitu pula dengan angka kematian anak karena kekurangan gizi, angka penderita HIV/Aid terus meningkat, dan kelaparan terus terjadi di daerah ini.
Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, untuk lebih menjamin adanya suatu perubahan yang berkelanjutan bagi kondisi yang kondusif bagi pemajuan, perlindungan dan penegakan hak asasi manusia, maka Komnas HAM merekomendasikan hal-hal sebagai berikut :
1.    Komnas HAM mendesak pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi berbagai instrumen internasional hak asasi manusia, dengan memberi prioritas pada Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional (Rome Statute International Criminal Court), Protokol Opsional Konvensi Anti Penyiksaan (Optional Protocol Convention Against Torture), Konvensi Internasional tentang Penyandang Cacat, Konvensi Internasional tentang Pekerja HAM, Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Tindakan  Penghilangan Secara Paksa. Dalam rangka untuk memberikan perlindungan yang optimal bagi para Tenaga Kerja Indonesia, pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi juga Konvensi Internasional Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families). Dalam kontek ini hendaknya pemerintah segera mengeluarkan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2009 – 2014.
2.    Perlu ditinjau kembali pendekatan hukum yang represif dalam penyelesaian konflik politik di Papua yang diterapkan saat ini. Langkah yang dilakukan sekarang lebih banyak melahirkan kekerasan dan jatuhnya korban. Komnas HAM mendesak perlunya dilakukan langkah-langkah politik daripada hukum dalam penyelesaian konflik di Papua. Langkah dialog atau perundingan sudah harus dipikirkan oleh pemerintah.
3.    Penuntasan berbagai bentuk kasus pelanggaran hak asasi manusia merupakan kewajiban pemerintah, oleh karena itu, Komnas HAM mendesak agar pemerintah secara berkala menginformasikan kepada publik mengenai status perkembangan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang ditangani. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat tentang tidak adanya kemungkinan untuk menutupi keterlibatan aparatur pemerintah serta menjamin tidak adanya praktik-praktik impunity bagi mereka yang terlibat. Langkah ini juga menjadi penting dalam rangka terus membangun suatu kepercayaan publik terhadap kesungguhan pemerintah untuk melindungi, menegakkan, memajukan dan memenuhi hak asasi manusia.
PENUTUP
          Alhamdulillah, akhirnya tugas ini selesai juga meskipun lewat dari waktu yang ditentukan.terima kasih kepada para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.saya rasa cukup sekian atas kesalahan yang terdapat pada makalah ini karena saya hanya manusia biasa.
          Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai  bahan pembelajaran.
                                                            

                                                                                                      PENULIS,
                                                                                                    



DAFTAR PUSTAKA
1.       Yuda AR, Hanta “Tantangan Demokrasi Presidensial”Jakarta: Wikipedia 2009
2.       Wikipedia Indonesia “Demokrasi dan Hamwww.google” 2010
3.       Azyumardi Azra, Konflik Baru antar Peradaban: Globalisasi, Radikalisme, dan Pluralitas (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 46.
TANTANGAN DAN SARAN ATAS DEMOKRASI DAN HAM DI INDONESIA 4.5 5 JASMAN UNIMPORTANT 03 Desember 2010 1. Latar Belakang Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rak...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer